Kerja adalah cinta yang ngejawantah
Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta : hanya dengan enggan
Maka lebih baik kau meninggalkannya
Lalu mengambil tempat di depan gapura candi
Meminta sedekah dari mereka
Yang bekerja dengan penuh suka cita
Begitulah kurang lebih sebait puisi yang ditulis Kahlil Gibran dalam antologi berjudul “Sang Nabi”, lantas Kla-Project menukilnya dalam bentuk puisi pula untuk lagu “Hey” yang nge-beat dan menumbuhkan semangat.
Kahlil Gibran dengan ekstrim menyuruh orang yang tidak mau bekerja dengan ikhlas dan suka cita untuk lebih baik ngemis saja. Keras, to the point dan tajam sekali. Memang, melakukan segala sesuatu yang tidak lahir dari kesadaran diri sendiri dan tanpa kerelaan tidak akan membawa hasil yang maksimal. “Tidak dengan hati, sih…”, kata seorang teman yang romantis. Melakukan sesuatu hanya dengan enggan dan bermuram durja jelas akan membawa aura tidak baik terhadap proses bekerja. Akan terlihat tidak semangat, selalu menyalahkan keadaan dan seolah tidak ada sedikitpun yang dapat diharapkan.
Saya tidak hendak menggurui dan berposisi seperti seorang motivator. Wong saya sendiri kadang juga malas kok. Bahkan saya berpendapat bahwa malas juga penting. Malas makan, uang tidak cepet habis. Malas nelpon atau sms, gak perlu lagi beli pulsa. Malas dolan, bensin isi seminggu sekali sudah cukup. Malas mandi, jadi hemat air. Iya kan ? (ayolah…mari bercanda sedikit). Ibarat obat, dengan dosis tepat, malas adalah metode yang efektif untuk rileks dan men-charge diri agar lebih fresh dan siap menghadapi tantangan berikutnya. Yang jadi masalah adalah malas yang permanen, kontinyu, istiqomah dan berkelanjutan, kemudian menjerembab menuju skala besar penderitaan dalam jangka panjang. Lha, ini yang kebanyakan menghinggapi gang Setanjung, hingga seakan hidup dalam fatamorgana kenyamanan dunianya sendiri dan enggan melawan pembodohan. Ngaku wae rak wis...
Salam perubahan, teman-teman.
Lebih baik berpikir dari pada dipikirin.

Label:



Baca Selengkapnya...!